Skip to main content

Tubuh Ferry Irawan Kejang-kejang Kala Sakit Kambuh, Venna Melinda Ungkap Kondisi Ayah Tiri Verrell


Artis  Venna Melinda mengungkap penyakit yang mendera sang suami,  Ferry Irawan setelah 5 bulan dinikahinya.

Ibu  Verrell Bramasta itu menceritakan seluk-beluk penyakit yang diderita  Ferry Irawan.

Diketahui,  Ferry Irawan sudah sejak lama mengidap penyakit langka distonia.

Penyakit itu menyerang saraf motorik otak kecilnya sehingga gerak tubuhnya tidak terkendali.

Pemain sinetron Istri Pilihan itu nyaris berbuat nekat. Dia mengatakan langsung di depan ibunya hendak mengakhiri hidup.

Ferry merasa ada yang tidak adil karena dia mengalami penyakit berat di saat karirnya sedang bagus.

Sampai sekarang pun Ferry belum sembuh total dari penyakitnya.

Ia tergolong distonia stadium tiga.

Jika penyakit itu sedang kambuh, tubuhnya bisa tremor dan kejang-kejang tak terkendali meskipun ditahan orang lain.

Namun selain distonia, lewat unggahan story di akun instagram pribadinya, Selasa (16/8/2022) Venna Melinda mengungkap penyakit lain yang diderita oleh suaminya tersebut.

Rupanya pria berusia 45 tahun itu juga mengidap penyakit saraf kejepit hingga harus segera cepat ditangani.

Beruntung setelah menjalani pengobatan, penyakit lain  Ferry Irawan tersebut sudah berangsur sembuh.

"Saraf kejepit leher suamiku @ferryirawanreal akhirnya sembuh dengan endoskopi joimax di klinik Lamina Pain and Spine Center," papar Venna.

Memang tampak dari cuplikan video yang dibagikan,  Venna Melinda sedang menemani Ferry melakukan pemeriksaan.

Setelah menceritakan keluhannya, dokter pun menjelaskan kondisi terkini  Ferry Irawan lewat sebuah layar berukuran cukup besar.

Dalam layar tersebut tampak bagian dalam tubuh Ferry Irawan yang harus segera ditangani.


Penyakit Distonia - Gejala, Penyebab, Pengobatan

Distonia adalah gangguan gerakan ketika otot-otot berkontraksi tanpa sadar, menyebabkan gerakan berulang atau memutar.

Kondisi ini dapat memengaruhi satu bagian tubuh (distonia fokal), dua atau lebih yang berdekatan (distonia segmental), atau seluruh bagian tubuh (distonia umum).

Kejang otot yang terjadi dapat tergolong ringan hingga berat dan terasa sakit. Gangguan ini dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Gejala

Gejala distonia dapat bervariasi dan berkembang melalui beberapa tahapan. Beberapa gejala awal meliputi:

- kaki yang ‘diseret’
- kram kaki
- menarik leher secara tidak sengaja
- berkedip tidak terkendali
- kesulitan berbicara.

Gejala dapat dipicu oleh kondisi penderitanya, seperti diperburuk dengan adanya stres atau kelelahan.

Selain itu, penderita juga seringkali mengeluh kesakitan dan lelah karena kontraksi otot yang konstan.

Apabila gejala distonia terjadi pada masa kanak-kanak, gejala akan berawal di kaki atau tangan. Namun, gejala dapat dengan cepat berkembang ke seluruh tubuh.

Pada masa remaja, tingkat perkembangan gejala cenderung akan melambat.

Sementara itu, distonia yang berkembang di awal masa dewasa biasanya bermula di tubuh bagian atas dengan perkembangan gejala lambat.
Penyebab

Tidak diketahui secara pasti penyebab dari distonia. Namun, perkembangannya melibatkan perubahan komunikasi sel saraf di beberapa daerah otak.

Selain itu, beberapa jenis distonia bersifat herediter atau diwariskan dari orang tua.

Distonia juga dapat menjadi gejala dari penyakit lain yang mendasarinya, seperti:

- penyakit Parkinson
- penyakit Huntington
- penyakit Wilson
- cedera otak traumatis
- cedera lahir
- stroke
- tumor otak atau kelainan tertentu yang berkembang pada beberapa orang dengan kanker (sindrom paraneoplastik)
- kekurangan oksigen atau keracunan
- karbon monoksida
- infeksi, seperti tuberkulosis atau ensefalitis
- reaksi terhadap obat-obatan tertentu
- keracunan logam berat.

Diagnosis

Dokter akan mengawali pemeriksaan dengan mengevaluasi fisik dan bertanya terkait riwayat medis.

Untuk menentukan penyebab dari gejala yang timbul, dokter mungkin akan melakukan:

- tes darah atau urine: untuk melihat adanya tanda-tanda racun atau kondisi lain
MRI atau CT Scan: tes pencitraan ini dapat mengidentifikasi kelainan di otak, seperti tumor, lesi, atau bukti stroke
- elektromiografi (EMG): tes ini dapat mengukur aktivitas listrik dalam otot
- tes genetik: beberapa bentuk distonia dikaitkan dengan gen tertentu. Jika mengetahui gen apa yang berpengaruh dapat membantu dokter dalam merancang strategi penanganan.

Perawatan

Terdapat beberapa pilihan untuk mengobati distonia. Pengobatan ditentukan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan gejala.

Melansir Web MD, perawatan yang baru-baru ini diperkenalkan adalah toksin botulinum yang juga disebut Botoks atau Xeomin.

Toksin disuntikkan pada otot yang terpengaruh penyakit dan memblokir efek asetikolin yang menghasilkan kontraksi otot. Suntikan perlu dilakukan ulang setiap tiga bulan.

Apabila distonia menyebabkan penderitanya menjadi cacat, pilihan pengobatan dapat berupa stimulasi otak.

Prosedur ini melibatkan elektroda yang ditanamkan ke area tertentu di otak dan dihubungkan ke stimulator bertenaga baterai yang ditanamkan di dada.

Elektroda kemudian mentransmisikan pulsa listrik yang dibentuk oleh stimulator ke daerah otak untuk mengurangi kontraksi otot.

Dokter akan mengatur frekuensi dan intensitas pulsa listrik.

Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk menangani kontraksi otot berlebihan pada distonia, meliputi:

- levodopa
- prosiklidin
- hidroklorida
- diazepam
- lorazepam
- klonazepam
- baklofen.

Prosedur lain yang dapat digunakan:

- trik sensorik: memberikan rangsangan pada bagian tubuh yang terkena atau di dekatnya untuk mengurangi kontraksi otot
- terapi: terapi wicara, terapi fisik, dan manajemen stres untuk meredakan gejala.

Sumber : tribunnews.com

(*)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar